Selasa, 18 September 2012

sejarah_logat bahasa penentu hidup dan mati..







Konon di tahun 1370 SM, terjadi perang antara suku Gilead dan suku Ephraim yang sebetulnya sama-sama keturunan Yahudi. Perang ini dimenangkan oleh suku Gilead dan di perbatasan wilayah di muara sungai Jordan disiagakan prajurit untuk mencegah laskar Ephraim yang mencoba menyelundup kembali ke tanah airnya. Karena karakteristik fisik dua suku serupa, maka dipakailah ’logat bahasa’ untuk alat screening menentukan oknum bersangkutan dari suku Ephraim atau bukan. Mereka yang akan menyeberang sungai Jordan diwajibkan melafalkan kata ’shibbolet’ yang dalam bahasa Yahudi bermakna ’bagian batang tanaman yang mengandung bulir-bulir, misalnya jagung’. Orang Gilead akan melafalkannya dengan ’syibolet’, sedangkan orang Ephraim akan mengucapkannya dengan ’sibolet’. Tanpa banyak tanya lagi, pelintas batas yang keliru mengucapkan kata ’shibboleth’ ini langsung dibantai. Empat puluh dua ribu orang Ephraim menemui ajalnya gara-gara tak lulus melafalkan ’shibboleth’ ini.
Istilah ’shibboleth’ ini sekarang sudah menjadi kosakata bahasa Inggris yang bermakna ’adat, atau kekhasan bahasa yang dipakai untuk membuktikan seseorang adalah sesama ’kaum’, atau dipakai sebagai pengganjal (stumbling block) menjadi anggota perkumpulan sosial atau profesi tertentu. Dengan kata lain ’shibboleth’ adalah cara untuk menentukan seseorang termasuk ’orang kita’ atau ’orang luar’. Banyak kisah dramatis yang tercatat dalam sejarah akibat penerapan ’shibboleth’.
Dalam perang dunia II, tentara perlawanan Belanda memakai kiat ’shibboleth’ untuk menjebak tentara Jerman yang menyamar sebagai orang Belanda. Mereka akan disuruh melafalkan kata ’Scheveningen’ (nama kota pelabuhan di negeri Belanda). Orang Belanda asli akan melafalkannya ’sch’ ini sebagai dua ucapan ’s’ dan ’ch’, sedangkan orang Jerman akan melafalkannya sebagai satu ’suara’ yaitu ’sch’ (ʃ). Bisa dibayangkan nasib infiltrator yang gagal melafalkan kata ’Scheveningen’ yang biasanya berakhir di ujung moncong senapan.
Juga di masa perang dunia II, di front Pasifik (kawasan Lautan Teduh), tentara Amerika mempunyai kiat jitu untuk mengidentifikasi kawan atau lawan. Di kawasan tempur ini, banyak orang Jepang yang menyamar sebagai orang Amerika atau Filipina. Mereka akan dites dengan pengucapan ’lollapalooza’ (artinya ’sangat hebat’). Orang Jepang yang tidak mampu melafalkan ’lolla’ dan mengucapkannya dengan ’rorra’ langsung didor tanpa sempat menyelesaikan pengucapan kata ini (the sentry would open fire without waiting to hear the remainder).
Pada perang kemerdekaan Israel, intel pasukan Israel selalu memakai kata sandi yang mengandung huruf ’p’, karena orang Arab kebanyakan melafalkan huruf ’p’ ini dengan ’b’. Penulis fiksi ilmiah (science fiction) Isaav Asimov menulis dalam buku ’To Tell a Chemist’ cara untuk mengetahui seseorang pakar kimia atau bukan. Dia mengajukan kata ’unionized’ untuk dilafalkan sebagai tes. Kalau diucapkan ’un-ionized’ (tidak terionisasi) maka betul yang bersangkutan ’orang kimia’, namun kalau dilafalkan ’union-ized’ (masuk dalam serikat buruh), maka pasti dia bukan ’orang kimia’. Kita juga bisa mengetahui apakah seseorang dari Amerika atau dari Kanada dari pelafalan kata ’about’. Orang Kanada akan melafalkannya dengan suara seperti ’a boat’, logat yang dinamakan dengan ’Canadian raising’.
Shibboleth kini tak lagi semata-mata dimaknai secara ’sempit’, tapi juga dipakai untuk kelompok generasi yang sepantaran, kelompok angkatan sekolah atau angkatan (lichting) dalam militer. Dia tak lagi ’seseram’ di zaman dahulu yang beresiko dijemput malaikat el maut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar