Konon
 di tahun 1370 SM, terjadi perang antara suku Gilead dan suku Ephraim 
yang sebetulnya sama-sama keturunan Yahudi. Perang ini dimenangkan oleh 
suku Gilead dan di perbatasan wilayah di muara sungai Jordan disiagakan 
prajurit untuk mencegah laskar Ephraim yang mencoba menyelundup kembali 
ke tanah airnya. Karena karakteristik fisik dua suku serupa, maka 
dipakailah ’logat bahasa’ untuk alat screening
 menentukan oknum bersangkutan dari suku Ephraim atau bukan. Mereka yang
 akan menyeberang sungai Jordan diwajibkan melafalkan kata ’shibbolet’
 yang dalam bahasa Yahudi bermakna ’bagian batang tanaman yang 
mengandung bulir-bulir, misalnya jagung’. Orang Gilead akan 
melafalkannya dengan ’syibolet’, sedangkan orang Ephraim akan 
mengucapkannya dengan ’sibolet’. Tanpa banyak tanya lagi, pelintas batas
 yang keliru mengucapkan kata ’shibboleth’ ini langsung dibantai. Empat puluh dua ribu orang Ephraim menemui ajalnya gara-gara tak lulus melafalkan ’shibboleth’ ini.
Istilah ’shibboleth’
 ini sekarang sudah menjadi kosakata bahasa Inggris yang bermakna ’adat,
 atau kekhasan bahasa yang dipakai untuk membuktikan seseorang adalah 
sesama ’kaum’, atau dipakai sebagai pengganjal (stumbling block) menjadi anggota perkumpulan sosial atau profesi tertentu. Dengan kata lain ’shibboleth’
 adalah cara untuk menentukan seseorang termasuk ’orang kita’ atau 
’orang luar’. Banyak kisah dramatis yang tercatat dalam sejarah akibat 
penerapan ’shibboleth’.
Dalam perang dunia II, tentara perlawanan Belanda memakai kiat ’shibboleth’ untuk menjebak tentara Jerman yang menyamar sebagai orang Belanda. Mereka
 akan disuruh melafalkan kata ’Scheveningen’ (nama kota pelabuhan di 
negeri Belanda). Orang Belanda asli akan melafalkannya ’sch’ ini sebagai
 dua ucapan ’s’ dan ’ch’, sedangkan orang Jerman akan melafalkannya 
sebagai satu ’suara’ yaitu ’sch’ (ʃ). Bisa dibayangkan nasib infiltrator yang gagal melafalkan kata ’Scheveningen’ yang biasanya berakhir di ujung moncong senapan.
Juga
 di masa perang dunia II, di front Pasifik (kawasan Lautan Teduh), 
tentara Amerika mempunyai kiat jitu untuk mengidentifikasi kawan atau 
lawan. Di kawasan tempur ini, banyak orang Jepang yang menyamar sebagai 
orang Amerika atau Filipina. Mereka akan dites dengan pengucapan 
’lollapalooza’ (artinya ’sangat hebat’). Orang Jepang yang tidak mampu 
melafalkan ’lolla’ dan mengucapkannya dengan ’rorra’ langsung didor 
tanpa sempat menyelesaikan pengucapan kata ini (the sentry would open fire without waiting to hear the remainder).
Pada
 perang kemerdekaan Israel, intel pasukan Israel selalu memakai kata 
sandi yang mengandung huruf ’p’, karena orang Arab kebanyakan melafalkan
 huruf ’p’ ini dengan ’b’. Penulis fiksi ilmiah (science fiction)
 Isaav Asimov menulis dalam buku ’To Tell a Chemist’ cara untuk 
mengetahui seseorang pakar kimia atau bukan. Dia mengajukan kata ’unionized’ untuk dilafalkan sebagai tes. Kalau diucapkan ’un-ionized’ (tidak terionisasi) maka betul yang bersangkutan ’orang kimia’, namun kalau dilafalkan ’union-ized’ (masuk dalam serikat buruh), maka pasti dia bukan ’orang kimia’. Kita juga bisa mengetahui apakah seseorang dari Amerika atau dari Kanada dari pelafalan kata ’about’. Orang Kanada akan melafalkannya dengan suara seperti ’a boat’, logat yang dinamakan dengan ’Canadian raising’.
Shibboleth
 kini tak lagi semata-mata dimaknai secara ’sempit’, tapi juga dipakai 
untuk kelompok generasi yang sepantaran, kelompok angkatan sekolah atau 
angkatan (lichting) dalam militer. Dia tak lagi ’seseram’ di zaman dahulu yang beresiko dijemput malaikat el maut.

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar